News Details

- adminlk
- 0 Comments
Leptospirosis: Penyakit Menular dari Tikus yang Perlu Kita Waspadai
Apa itu Leptospirosis?
Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, yaitu bakteri berbentuk spiral (spirochaeta). Penyakit ini merupakan salah satu zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia) yang paling banyak terjadi di dunia.
Bakteri leptospira biasanya hidup dalam tubuh hewan, terutama tikus, dan dikeluarkan melalui urine. Ketika urine hewan yang terinfeksi mencemari air, lumpur, atau tanah, bakteri bisa bertahan hidup cukup lama. Manusia akan terinfeksi ketika kulit yang lecet, luka, atau bahkan selaput lendir (mata, hidung, mulut) bersentuhan langsung dengan lingkungan yang sudah tercemar.
Leptospirosis sering muncul di wilayah tropis dan subtropis dengan curah hujan tinggi, termasuk Indonesia. Penyakit ini kerap muncul setelah banjir, ketika genangan air bercampur dengan sampah dan urine tikus.
Bagaimana Leptospira Masuk ke Tubuh?
Bakteri leptospira dapat masuk ke tubuh manusia dengan beberapa cara:
- Melalui kulit yang lecet atau luka kecil, bahkan luka yang sangat halus.
- Melalui selaput lendir di mata, hidung, atau mulut.
- Melalui air yang terhirup jika air tercemar mengenai paru-paru.
Setelah masuk ke tubuh, bakteri menyebar lewat aliran darah, lalu dapat menyerang organ-organ penting seperti ginjal, hati, paru-paru, hingga sistem saraf pusat. Inilah yang membuat leptospirosis dapat berujung fatal bila tidak segera ditangani.
Data Kasus Leptospirosis di Indonesia
Menurut data Kementerian Kesehatan RI (2019), tercatat 920 kasus leptospirosis dengan 122 kematian di sembilan provinsi, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Namun, angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis.
Secara global, WHO memperkirakan ada lebih dari 870.000 kasus leptospirosis setiap tahun dengan angka kematian mencapai lebih dari 40.000 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa leptospirosis bukan penyakit langka, melainkan masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama di daerah dengan sanitasi buruk dan populasi tikus yang tinggi.
Gejala Leptospirosis
Leptospirosis memiliki masa inkubasi 5–14 hari. Penyakit ini sering disebut “penyakit seribu wajah” karena gejalanya mirip penyakit lain seperti tifus, malaria, atau demam berdarah.
Gejala ringan (lebih dari 90% kasus):
- Demam mendadak
- Nyeri otot, terutama betis dan punggung
- Mata merah
- Sakit kepala
- Mual, muntah, atau diare
Gejala berat (dikenal sebagai penyakit Weil):
- Kuning pada kulit dan mata (ikterus)
- Gangguan ginjal hingga gagal ginjal
- Pendarahan paru (batuk darah, sesak napas)
- Gangguan hati
- Meningitis (infeksi selaput otak)
- Syok dan kegagalan multi organ
Tanpa pengobatan tepat, leptospirosis berat bisa menyebabkan kematian dalam beberapa hari.
Siapa yang Berisiko?
Leptospirosis bisa menyerang siapa saja, tetapi risikonya lebih tinggi pada kelompok berikut:
- Petani, peternak, dan pekerja pasar yang sering kontak dengan lumpur atau hewan.
- Pekerja selokan atau kebersihan yang terpapar lingkungan kotor.
- Masyarakat yang tinggal di daerah banjir atau dengan sanitasi buruk.
- Orang yang berjalan tanpa alas kaki (nyeker) di pasar, sawah, atau genangan air.
Pencegahan Leptospirosis
Mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Beberapa langkah sederhana dapat menurunkan risiko:
- Gunakan alas kaki setiap keluar rumah, terutama di daerah pasar, sawah, atau saat banjir.
- Gunakan sarung tangan dan sepatu boots saat membersihkan selokan atau lumpur.
- Hindari menyentuh genangan air kotor dengan tangan atau kaki tanpa pelindung.
- Cuci kaki dan tangan dengan sabun setelah terkena air banjir atau tanah becek.
- Jaga kebersihan rumah dan lingkungan agar tikus tidak berkembang biak.
- Simpan makanan di tempat tertutup untuk mencegah kontaminasi urine tikus.
- Ikut serta dalam program pemberantasan tikus di lingkungan.
- Periksa kesehatan ke fasilitas medis bila mengalami gejala mencurigakan.
Referensi
Haake, David A., and Paul N. Levett. “Leptospirosis in Humans.” Current Topics in Microbiology and Immunology, vol. 387, no. 25388133, 12 Nov. 2014, pp. 65–97, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4442676/,https://doi.org/10.1007/978-3-662-45059-8_5.
“Nyeker Di Pasar Bisa Kena Leptospirosis: Waspadai Risiko Yang Tak Terlihat.” Kemkes.go.id, 26 June 2025,
kemkes.go.id/id/nyeker-di-pasar-bisa-kena-leptospirosis-waspadai-risiko-yang-tak-terlihat
Rajapakse, Senaka. “Leptospirosis: Clinical Aspects.” Clinical Medicine, vol. 22, no. 1, Jan. 2022, pp. 14–17, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8813018/, https://doi.org/10.7861/clinmed.2021-0784.
Superadmin. “Mengenal Gejala Dan Pencegahan Leptospirosis.” Upk.kemkes.go.id, upk.kemkes.go.id/new/mengenal-gejala-dan-pencegahan-leptospirosis.
Wang, Sicong , et al. “Leptospirosis (Weil Disease).” Nih.gov, StatPearls Publishing, 10 Sept. 2024, www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441858/.
WHO. “Pencegahan Dan Pengendalian Leptospirosis Di Indonesia.” Www.who.int, www.who.int/indonesia/id/news/detail/-leptospirosis-prevention-and-control-in-indonesia.
Leave a comment